Risiko merupakan suatu
keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan
yang merugikan. Suatu risiko digambarkan sebagai suatu keadaan yang dapat
ditentukan probabilitas obyektifnya secara pasti terhadap hasil atau kejadian. (Frank
Knight dalam Robison dan Barry 1987)
Resiko memiliki
probabilitas dan dampaknya dapat diminimalisir. Proses memilimalisir dampak
resiko dikenal dengan istilah manajemen resiko. Menurut Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/25/PBI/2010 mengenai Perubahan atas PBI Nomor 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko, manajemen risiko adalah serangkaian
metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.
Bank adalah Industri
yang paling banyak menghadapi risiko. Hal ini disebabkan kompleksitas bisnis
yang dijalani oleh industri perbankan. Meskipun bank banyak dihadapi oleh jenis
risiko, namun bank tetap dapat menjalani bisnis. Tentu saja ini dapat dipahami
bahwa bank adalah lembaga kepercayaan. Bank berfungsi sebagai agen keuangan.
Mendapatkan dana dan menyalurkan kembali dananya..
Risiko dalam perbankan
yaitu suatu kondisi yang sulit bagi sebuah bank yang nampak dalam bidang
keuangan maupun dalam bidang lainnya sehingga bank tidak dapat beroperasi dengan
normal atau bahkan bank menjadi bangkrut. (Sudirman 2000). Berbagai jenis risiko yang sering dihadapi oleh bank yaitu risiko
likuiditas, risiko solvabilitas, risiko pasar, risiko operasional, risiko
kredit, risiko suku bunga, risiko valas, dan risiko lainnya.
Bank saat ini harus
menerapkan manajemen risiko. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tuntunan bagi
perbankan agar dapat beroperasi secara lebih berhati-hati dalam ruang lingkup
perkembangan kegiatan usaha perbankan yang semakin pesat. Bank harus menerima
dan mengelola berbagai jenis risiko keuangan secara efektif, agar dampak
negatif tidak terjadi untuk meminimalisir kerugian dari akibat tidak
dijalankannya manajemen risiko yang efektif dan disiplin. Apabila bank tanpa
kegiatan yang berisiko, maka bank tidak akan memperoleh return sebagai imbal
hasilnya.
Salah satu contoh
pentingnya penerapan manajemen risiko pada bank terlihat pada kasus pembolan
Citibank. Citibank memiliki yang reputasi cemerlang sejak didirikan tahun 1968,
menjadi sebuah kehancuran setelah tidak berhasil mengantisipasi resiko
operasionalnya. Hancurnya reputasi Citibank membawa efek berantai pada industri
perbankan nasional terkait pencucian uang nasabahnya selama 10 tahun oleh pihak
yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, Citibank telah merugikan nasabah
sebesar Rp16,03 miliar. Dampak ini akan mempengaruhi reputasi bank lain dalam
pasar tersebut.
Jadi, kejahatan yang
menimpa dunia perbankan ini tidak hanya dialami
bank-bank kecil tapi juga perbankan besar dengan reputasinya yang sudah teruji. Besar kecilnya kerugian yang diderita, kasus pembobolan dana nasabah mengganggu reputasi perbankan sebagai institusi bisnis yang aman bagi masyarakat dalam menyimpan dananya.
bank-bank kecil tapi juga perbankan besar dengan reputasinya yang sudah teruji. Besar kecilnya kerugian yang diderita, kasus pembobolan dana nasabah mengganggu reputasi perbankan sebagai institusi bisnis yang aman bagi masyarakat dalam menyimpan dananya.
Besarnya kerugian yang
ditimbulkan oleh suatu resiko seringkali memberikan dampak jangka panjang dan
luas. Oleh
karena itu, diperlukan penerapan manajemen risiko yang baik dan benar untuk
mengurangi atau meminimalisir resiko yang ditimbulkan. Diharapkan kerugian yang
ditimbulkan dari resiko dapat dikurangi bahkan dihilangkan untuk kelangsungan
kegiatan perbankan.
DAFTAR
PUSTAKA
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19
Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
Robinson LJ dan Barry PJ. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. London (GB): Macmillan
Publisher.
Sudirman. 2000. Manajemen
Perbankan. Denpasar (ID): PT. BP Denpasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar